SKETSA CINTA DALAM BIOSKOP

Post a Comment

 

Designed by using canva

Di luar, malam datang tepat waktu. Sebuah kafe yang menyatu dengan bioskop, bangku no.7. Laki-laki itu menunjukkan dua tiket yang usai dipesan. Perempuan itu melirik laki-laki di depannya dengan pandangan malu-malu ketika ia membolak-balikkan buku menu.

 

Merasa diperhatikan, laki-laki itu tersipu. Ia menyodorkan menu. Perempuan itu menunduk, membacakan.

 

"Kamu pesan kopi apa?" tanya perempuan itu.

 

"Kamu tidak ingat ya kalau aku tidak minum kopi?" kata laki-laki itu, sekali lagi sambil tersenyum.

 

Perempuan itu menunduk, tak sekalipun hilang dari ingatan. Tapi justru perempuan itu ingin menunjukkan sebaliknya. Agar pertemuan ini menjadi lebih ringan.

 

"Orange Juice?" tanya perempuan itu. Ia menuliskan menu dengan gemetar. Sampai kemudian, sepasang kepedihan itu bertemu pandang. Sementara laki-laki itu menemukan tempat labuh layaknya menemukan sosok calon ibu bagi anak-anaknya.

 

Perempuan itu melambai ke arah pelayan, menyodorkan pesanan. Sejenak mereka diam. Diam yang sarat dengan kata yang sebetulnya akan diungkap seperti pembincangan sebelumnya. Tapi kali ini, apa artinya semua itu jika semuanya hanya berpisah?

 

"Bolehkah aku menyentuh kulitmu?" tanya perempuan itu. Laki-laki itu diam. Sentuhan akan menjadikan ingatan takkan terhapuskan.

 

Dari kejauhan, perempuan yang menjadi kasir tiket memerhatikan meja itu dengan pandangan menerawang. Ratusan pasangan datang untuk menonton di bioskop tiap hari, tapi ia belum pernah melihat kebersamaan yang begitu memikat sebagaimana di meja itu. Cara laki-laki menatap perempuannya (anggap saja perempuannya) akan menjadikan para istri sejenak lupa punya suami. Sementara itu, pengumuman terdengar dari jauhan. Pintu tiga sudah dibuka, mereka pun beranjak.

 

Di pintu bioskop, laki-laki itu memberikan dua lembar tiket. Sejenak petugas tiket menatap. Petugas yang sama, yang melayani pembelian tiket di kasir, satu jam sebelumnya.

 

"Apa ada yang salah?" tanya si perempuan. Ia mengenakan gaun mini tanpa lengan berwarna coklat dan sepatu boots.

 

"Tidak. Simpan tiket ini. Mungkin Anda akan memerlukannya, suatu hari nanti, untuk sekadar mengingat hari ini," kata si petugas tiket itu sambil menyobek tiket, lantas memberikan ke laki-laki dan perempuan itu. Mereka saling berpandangan, lalu tertawa lepas.

 

"Terima kasih, saya akan menyimpannya," kata laki-laki itu sambil menepuk pundak si penjaga. Ia memasukkan tiket itu ke saku dada di balik jasnya. Ia menyimpannya, di dadanya yang berdegup lirih. Lantas keduanya masuk ke bioskop, tanpa bergandengan tangan, tanpa berkata. Tapi si penjaga merasakan, ada sebuah ruang, begitu dekat, lebih erat daripada sentuhan.

 

"Filmnya bagus, semoga kalian dapat menikmatinya," kata si petugas. Lelaki itu menoleh, tersenyum. Di matanya ada kepedihan. Sekuat apapun benteng yang ia bangun dengan senyuman. Walau jelas, ia gagal total, seminggu lagi ia akan menikah dengan wanita pilihan ibunya.

Related Posts

Post a Comment