Misteri Rumah Eyang Sutanto Part 1

19 comments

 Tatkala di hari yang panjang dan gelap, aku melaluinya dengan menumpangi sebuah kereta yang sedang melaju ke Bogor, sembari membaca sebuah pesan dari seorang kenalan yang bernama Bagas. Dia banyak sekali menulis cerita yang mengusik tentang saudara jauhku, yaitu Eyang Sutanto, karena kehidupannya yang penuh dengan isu mengerikan.

 

Misteri Rumah Eyang Sutanto Part 1

Menuju Bogor

Eyang Sutanto  adalah seorang mantan pengusaha kain sutra yang memiliki darah bangsawan Keraton, dan tinggal di dalam hutan yang berada di lereng gunung Bogor. Dulunya dia dikenal oleh warga - terutama yang tinggal di tepi hutan lereng gunung Bogor - sebagai orang yang dermawan.

 

Akan tetapi, setelah kematian putri tunggalnya, dia menjadi sangat murung. Ditambah dengan istrinya yang sudah lama meninggal, semakin membuat hati Eyang Sutanto  hancur. Rasa sedih; rasa kehilangan; rasa tidak ikhlas telah menguasai dirinya, sehingga dia meminta warga untuk mengubur putrinya di pekarangan belakang rumahnya, agar dia tidak merasa kesepian.

 

Waktu terus berlalu; Eyang Sutanto  masih belum bisa bangkit dari kesedihan dan keputusasaannya. Secara perlahan-lahan, usaha kain sutranya menurun dan bangkrut. Arkian, Eyang Sutanto  memilih untuk mengisolasi diri di dalam rumahnya, sekaligus memutus komunikasi dengan warga sekitar. Semenjak itulah mereka sudah tidak mengetahui perihal keadaannya lagi.

 

Setelah beberapa bulan berlalu, warga - yang tinggal di tepi hutan lereng gunung Bogor - seringkali menemukan berbagai macam keganjilan yang mengganggu; dimana ada sebuah kuburan yang telah dibongkar - dalam beberapa hari sekali secara acak - di pemakaman umum setempat. Hal itu terus berlanjut; hingga pada satu malam, salah seorang warga mendapati - secara samar - Eyang Sutanto  sedang mengangkut sebuah mayat dengan mobil pick-up tuanya dan menghilang di dalam hutan yang gelap.

 

Karena kesaksian dan penglihatan yang buram, telah membuat mereka bimbang untuk mengambil tindakan. Mengingat bahwa Eyang Sutanto  adalah seorang kakek yang tenggelam dalam duka, sehingga masih banyak warga yang bersimpati dengannya. Akan tetapi, semenjak itulah mulai bermunculan desas-desus mengerikan tentang Eyang Sutanto , yang mengatakan bahwa dia telah kehilangan kewarasannya dan mendalami sebuah ilmu hitam, demi sebuah tujuan mengerikan yang belum diketahui secara pasti.

 

Bagas, selaku orang yang pernah dekat dengan Eyang Sutanto , merasa iba tapi juga takut dengannya. Dia tidak ingin terbawa arus oleh isu yang berkembang di kalangan masyarakat. Tetapi malangnya, dia juga tidak bisa menyelidikinya; karena selain takut, tapi juga dengan karakter Eyang Sutanto  yang menjaga jarak dari orang lain, selain bagian dari keluarga dan saudaranya. Maka dari itulah, Bagas meminta bantuan orang yang berasal dari pihak keluarga atau saudara Eyang Sutanto  untuk bersedia menyelidiki kebenaran dari isu tersebut.

 

Namun nahas, keluarga besar Eyang Sutanto  banyak yang sudah meninggal. Sedangkan saudara-saudaranya telah tenggelam dalam kesibukan mereka sendiri, sehingga tidak memiliki waktu untuk bersinggah. Alhasil, hanya aku - selaku saudara jauh dari beliau - yang bersedia untuk datang. Sebetulnya aku juga tidak dapat memenuhi permintaan Bagas, jika dia memintaku saat masih di minggu kuliah. Tetapi beruntungnya, minggu kuliahku sudah selesai dan sedang menjalani libur transisi semester yang panjang. Walhasil, aku bisa menerima panggilannya dan mengajak kedua orang tuaku untuk ikut. Tetapi sangat disayangkan, mereka sedang sibuk mengurusi pekerjaannya yang padat, sehingga memaksaku untuk datang seorang diri.

 

****

Tiba di Bogor

Setelah melalui perjalanan yang membosankan, akhirnya aku tiba di stasiun Bogor. Lantas aku melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Selain itu, kedatanganku di Bogor juga disambut oleh awan rendah yang gelap, serta mulai menurunkan rintik air dingin seperti es. Kalakian aku segera melaju ke pintu keluar utama stasiun; di sanalah aku bertemu Bagas yang sudah menunggu kedatanganku.

 

Stasiun Bogor

Dia menyambutku dengan hangat dan langsung mengantarku ke mobil kijangnya, lalu bergegas membawaku ke gunung Bogor. Selama di perjalanan, aku saling berbagi cerita dengannya. Akan tetapi, topik pembicaraan kami lebih terfokus pada isu mengerikan dari Eyang Sutanto , seperti yang telah diceritakan oleh Bagas.

 

Kami terus melaju ke gunung Bogor; menerjang hujan yang lebat dan pendek; hingga kami mulai meninggalkan jalan yang terang dan ramai akan aktivitas warga, serta memasuki sebuah jalan yang gelap dan mati. Sebuah tanda bahwa kami telah memasuki area hutan di lereng gunung Bogor. Lebih tepatnya, area hutan yang menjadi tempat Eyang Sutanto  berdiam.

 

Hutan Sekitar Rumah Eyang Sutanto

Saat itu juga, secara perlahan-lahan, hujan mulai mereda dan berganti dengan kegelapan yang mengaburkan. Tidak ada lampu penerang jalan, sehingga lampu mobil kijang Bagas menjadi satu-satunya penerang yang ada. Ditambah dengan jalan yang masih terbuat dari tanah dan dikelilingi oleh hutan lebat - tidak ada perumahan warga atau tanda-tanda kehidupan - sehingga menciptakan bayangan horor yang mengintimidasi.

 

****

Sampai Rumah Eyang

Setelah cukup lama kami menelusuri hutan yang lebat dan gelap, akhirnya mataku menangkap sebuah bayangan rumah yang diselimuti oleh kegelapan malam. Ketika kami sudah mendekati rumah tersebut, aku mendapati sebuah rumah Eyang Sutanto  yang besar dan melankolis. Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat; sebuah rumah bangsawan dengan arsitektur campuran Jawa dan Eropa yang lusuh dan menyiratkan sebuah kesenyapan dan duka; dikelilingi oleh pepohonan yang menyerupai bayangan malaikat berjubah muram dan berdoa dengan bahasa murung.

 

Arkian, Bagas menurunkanku di depan rumah Eyang Sutanto . Dia tidak ingin berlama-lama, karena takut dengan suasana di sekitar rumah tersebut. Lantas Bagas berpamit dan meminta maaf kepadaku; lalu pergi dan menghilang di dalam kegelapan malam; meninggalkanku seorang diri yang sedang berdiri mematung di depan rumah Eyang Sutanto  dengan penuh keraguan dan ketakutan yang sulit diungkapkan.

 

Aku melihat pemandangan di depan mataku; sebuah rumah besar yang terdiri dari dua lantai; memiliki dinding yang suram dan ditumbuhi oleh tumbuhan merambat; jendela-jendela rumah yang tampak seperti tatapan mata kosong; tidak ada lampu penerang di sekitar rumah, sehingga keadaan menjadi sangat gelap; pekarangan rumah telah ditumbuhi oleh alang-alang liar yang tak beraturan; serta bau petrichor yang menusuk hidung. Semua itu membaur menjadi satu dan menciptakan sebuah bayangan jiwa depresi dengan nada yang sensitif.

 

Selang beberapa waktu kemudian, keluarlah seorang pria tua dari pintu utama rumah tersebut. Dia memiliki tinggi sekitar 5'7 kaki, dengan tubuh yang kurus dan pucat; berusia sekitar kepala enam awal; mengenakan Surjan Lurik dan celana panjang hitam yang lusuh; berkomunikasi dengan bahasa duka. Pria itu adalah Eyang Sutanto . Dia lantas menyambutku dengan hangat, selayaknya sebuah keluarga yang telah lama berpisah. Kemudian, dia mempersilakan untuk masuk ke dalam rumah, sambil melempar senyuman sayu.

 

****

Menelusuri Setiap Sudut

Setibanya di dalam rumah, aku banyak sekali berbincang dengannya; bertukar kabar; hingga dia mengajakku untuk melakukan tur rumah. Saat itulah aku menyaksikan seisi rumah Eyang Sutanto  yang terlihat bagaikan rumah pengasingan untuk bangsawan Keraton yang berkhianat, dengan campuran desain Eropa yang melankolis, sehingga menciptakan keharmonisan yang misterius atau - mungkin bisa dibilang - kengerian terselubung. Selain itu, hampir di setiap sudut ruangan terdapat lukisan minyak, hiasan kayu dari tokoh pewayangan, serta beberapa foto keluarga Eyang Sutanto . Tiba-tiba pandanganku terhenti pada salah satu foto besar yang terpajang di dinding ruang tamu. Foto itu adalah foto Eyang Sutanto  bersama istri dan putrinya.

 

Bersambung

 

Related Posts

19 comments

  1. bergetar bacanya pas malam-malam mba 😂 penasaran selanjutnya tp ngeri juga hehe

    ReplyDelete
  2. Wih baca ginian tuh sesuatu yg agak aku hindarin, pasalnya sering ngeri dan takut apalagi as sendirian

    ReplyDelete
  3. hmm, bacanya ngeri-ngeri sedap nih mbak, penggambaran suasana rumah dan karakter tokohnya kuat, sehingga bisa tergambar dengan jelas serasa ada di dalam cerita

    ReplyDelete
  4. Awal awal baca seperti cerita horror ya agak serem juga, bikin penasaran tapi takutnya nanti serem aku jadi takut

    ReplyDelete
  5. Mencekam.. itu perasaan saya baca ini. Tapi seru juga dan saya tertantang untuk menunggu sambungannya. Hehehe... Penasaran sih emang

    ReplyDelete
  6. Dan saya penasaran dengan kelanjutannya. Sebenarnya selalu cemas, deg-degan baca cerita misteri semacam ini. Tapi penasaran dengan akhirnya. Jadi Eyang Sutanto ini sebenarnya sedang melakukan apa ya. Sedih berkepanjangan memang bisa membuat orang terasing dari peradaban dan melalukan hal-hal di luar nalar.

    ReplyDelete
  7. Semoga ceritanya bisa viral terus difilmkan kayak cerita KKN Desa Penari. Untung nih bacanya pas enggak malam. Hahhaa.

    ReplyDelete
  8. Untung saya bacanya pas pagi hari jadi rasa takutnya tidak terlalu. Tapi beneran nih mbak, artikel mbak ini kalau dibaca di malam hari gitu bikin takut deh. Pas banget cara menuliskannya

    ReplyDelete
  9. Jadi penasaran apa benar Eyang Sutanto pelaku yang mengambil mayat-mayat dari dalam kuburan

    ReplyDelete
  10. Yuk bisa yuk viraaal 😍, alhmadulillah bacanya las pgi hari, bis bisa kalau malam kebawa mimpi adudududududu hihihi keinget las jaman jaman simple men yang suka ngethread lalu kebawa mimpi hihi

    ReplyDelete
  11. Ini fiksi kah?
    Sungguhan aku membayangkan betapa besar cinta Eyang Sutanto dengan keluarganya sehingga rela tetap berada di rumahnya yang megah, sendirian.

    ReplyDelete
  12. Seru banget ceritanya Mba. Penasaran deh saya pengen tahu kelanjutannya. Ditunggu part kedua. Agak deg-degan nih bacanya. Jadi ngebayangin ini itu.

    ReplyDelete
  13. Duh penasaran sama kelanjutannya. Aku jadi ingat waktu eyang kakungku ditinggal sedo oleh eyang putriku. Sedihnya berbulan2... sampai ga mau makan minum.

    ReplyDelete
  14. Lumayan nih, baca ketika sndirian hehee...untuk masih sore... Wah gimanakah kelanjutannya . .

    ReplyDelete
  15. Meski rasa takut melanda tapi menanti lanjutan ceritamu mba 🤭 kupastikan nanti bacanya berdua biar gak takut sendirian hehehe

    ReplyDelete
  16. menarik sekali,nih, ceritanya, Kak Mia, aku seneng banget sama cerita misteri yang bertemakan adat seperti ini. Eyang Sutanto ini seperti tokoh nyata, yaa, karena latar ceritanya natural dan bisa banget ada di dunia nyata.

    ReplyDelete
  17. Duh, misteri.. penasaran tapi udah bergidik duluan

    ReplyDelete
  18. wah ini cerbung ya, mbak. jadi penasaran saya sama ceritanya. tapi saya agak janggal nih sama pemilihan sebutan tinggi badan eyang Sutanto yang pakai kaki soalnya orang Indonesia nggak pakai satuan kaki buat tinggi badan

    ReplyDelete
  19. Kok ya nganter doang sih si Bagas, nunggu gitu kek sampai Eyang Sutanto muncul. Hahaha kok yg baca emosi.

    Kirain udah sepuh amat si eyang ini, ternyata masih awal enam puluhan to? Jadi penasaran nih dengan kisah selanjutnya.

    BTW, itu ada penggunaan kata Kalakian dan Arkian, artinya apa, Mba?

    ReplyDelete

Post a Comment