MENGENANG SOSOK EYANG SAPARDI DJOKO DAMONO

Post a Comment

 

Bagi pecinta puisi dan sastra sudah tak asing dengan sosok luar biasa pencipta puisi yang satu ini. Karya-karyanya begitu luar biasa dan sudah banyak buku yang menjadi best seller di Indonesia. Hingga kini puisi beliau masih digemari generasi muda, terutama ketika salah satu karya diangkat ke dalam sebuah film layar lebar, Hujan di Bulan Juni, seolah mempertegas bahwa ketika sedang hujan di bulan Juni akan selalu teringat karya eyang Sapardi. Rasanya begitu syahdu dapat menghayati puisi dan syair yang beliau goreskan. Mari kita hayati salah satu bait potongan puisinya,

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya debu

 

aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Aku Ingin, Sapardi Djoko Damono)

 

Puisi ini bagaikan senjata buat nembak sosok pujaan hati bahkan suka disematkan pada undangan pernikahan.


Designed by using canva


DUKA DI BULAN JULI

Minggu 19 Juli 2020, dunia sastra Indonesia kembali berduka dengan kehilangan sosok maestro Sapardi Djoko Damono. Sastrawan kelahiran 20 Maret 1940 ini mengembuskan nafas terakhir pada usia 80 tahun. Sepanjang hidupnya, Sapardi dikenal sebagai penyair, kritikus sastra, budayawan, dan akademisi. 

 

SDD DAN KEHIDUPAN AKADEMIS

Eyang Sapardi lahir di Surakarta, mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Kraton Kasatriyan dan SMP Negeri II Solo. Ketertarikannya di bidang sastra sudah terlihat sejak SMP, dan semakin menonjol saat menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.  Eyang Sapardi juga sempat meneruskan studi tentang humaniora di University of Hawaii pada 1970-1971.

 

Di tahun 1989, eyang Sapardi memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra dengan disertasi berjudul Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur. Pada tahun 1995, eyang Sapardi duduk sebagai guru besar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Beberapa fakta menarik dari eyang Sapardi Djoko Damono,

 


SDD DAN JEJAK KARYANYA

Selain menyukai sastra, eyang Sapardi juga dekat dunia dengan seni rupa. Salah satu fakta menarik adalah persahabatannya dengan sosok seniman Jeihan Sukmantoro. Dari beberapa sumber yang kubaca,  Eyang Sapardi dan Jeihan sudah bersahabat sejak SMA, dan keduanya sudah berjanji menjadi ‘Sahabat Sampai Kiamat’. Sosok Jeihan pula yang menerbitkan buku pertama Sapardi, Duka-Mu Abadi (1969).

 

Sepanjang hidupnya, Eyang Sapardi telah banyak menelurkan karya. Sebagian besar karyanya adalah buku kumpulan sajak, antara lain:

·         Mata Pisau (1974)

·         Akuarium (1974)

·         Perahu Kertas (1983)

·         Sihir Hujan (1984)

·         Hujan Bulan Juni (1994)

·         Ayat-Ayat Api (2000)

·         Mata Jendela (2000)

·         Pengarang Telah Mati (2001)

·         Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2003),dan

·         Kolam (2009).

 

Selain menerbitkan puisi, SDD juga aktif menerbitkan buku yang berkaitan dengan ilmu sastra, yaitu

·         Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978)

·         Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang (1979)

·  Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999)

·         Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah, Fungsi, dan Isi (1996)

·         Politik, Ideologi, dan Sastra Hibrida (1999)

·         Sihir Rendra: Permainan Makna (1999), dan

· Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan: Sebuah Catatan Awal.

 

Selain menerbitkan karyanya sendiri, eyang Sapardi juga seorang penerjemah sastra, yaitu :

·   Lelaki Tua dan Laut (1973, terjemahan karya Ernest Hemingway)

· Sepilihan Sajak George Seferis (1975, terjemahan karya George Seferis)

·  Sayap-Sayap Patah (2008, terjemahan karya Khalil Gibran), Daisy Manis (terjemahan karya Henry James), dan Amarah (terjemahan karya John Steinbeck).

 

SDD DAN JEJAK PENGHARGAAN

Selain aktif melahirkan karya, eyang Saparadi juga banyak berpartisipasi dalam organisasi kesenian seperti menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta, pelaksana harian Pusat Dokumentasi HB Jassin, dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

 

Jasanya juga besar bagi dunia sastra Indonesia dengan aktif memprakarsai berdirinya beberapa yayasan, seperti Yayasan Lontar dan Yayasan Puisi, serta Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI).

 

Dari kariernya sebagai sastrawan sudah banyak penghargaan yang diraihnya, yakni

·  Hadiah dari majalah Basis pada tahun 1963 atas puisinya yang berjudul "Balada Matinya Seorang Pemberontak",

·    Tahun 1978 menerima penghargaan Cultural Award dari Pemerintah Australia;

·     Tahun 1983 memperoleh hadiah Anugerah Puisi-Puisi Putera II untuk bukunya Sihir Hujan dari Malaysia;

·    Tahun 1984 mendapat hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta atas bukunya yang berjudul Perahu Kertas;

·         Tahun 1985 menerima Mataram Award;

·  Tahun 1986 ia menerima hadiah SEA Write Award (Hadiah Sastra Asean) dari Thailand.

· Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1990.

· Tahun 1996 ia memperoleh Kalyana Kretya dari Menristek RI.

· Tahun 2003 Sapardi mendapat penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature,

·         Tahun 2004 memperoleh Khatulistiwa Award, dan

·  Tahun 2012, mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta.

 



REFERENSI TULISAN

https://www.idntimes.com/news/indonesia/fitang-adhitia/biografi-singkat-sapardi-djoko-damono-penyair-legendaris-indonesia/5

https://sastrawacana.id/biografi-sapardi-djoko-damono/

https://tokoh.id/biografi/1-ensiklopedi/penyair-kaliber-dunia/

https://www.gramedia.com/blog/sapardi-djoko-damono-maestro-puisi-dan-penulis-lintas-generasi/#gref

Related Posts

Post a Comment