Rumah Makan Sunda Citraloka Part 6

Post a Comment

 

Designed by using canva

Adistia terbangun dari tidurnya. Dengan napas terengah-engah, bullir-bulir keringat membasahi sekujur tubuhnya.Adistia tercenung memikirkan mimpinya barusan. Pertanda burukkah atau baik? Ia dikejar-kejar oleh Fahira dan Kang Ajat secara bersamaan. Gangguan kecemasan yang diidapnya sejak SMP memperburuk keadaannya saat ini. Ingin rasanya ia menghubungi Patra tetapi diatas tengah malam, ip address-nya pasti dilacak apabila dia melakukan aktivitas yang diluar kebiasaan.

 

Seseorang yang biasa ia telepon dalam keadaan darurat sudah menyarankan untuk ‘Mati’. ‘Mati’ yang dimaksud yaitu menghilangkan riwayat hidupnya. Secara hukum, Adistia akan dianggap sudah tidak ada dan tidak terikat apapun dengan keluarganya. Di mata hukum, ia nantinya akan sama dengan Wisesa Sutresna, kakak lelakinya. Yang memutuskan terlepas dari belenggu The High Table, daftar orang kaya di dunia yang dalam daftar orang kaya pasti tidak ada, kalaupun terlihat, hanya terlihat sebagai pengusaha biasa aja, padahal kekuatan dan pengaruhnya luar biasa dalam mengatur segala hal yang terjadi di dunia termasuk pembunuhan politisi yang digadang-gadang sebagai calon kuat Presiden mendatang, karena sudah mulai mengusik dan mencari informasi tentang The High Table.

 

Apabila ibunya sedang tidak ada di Indonesia, berarti sedang mengunjungi putranya dengan kedok, mengunjungi bisnis barunya di salah satu negara di Eropa yang tidak memiliki keterikatan perjanjian ekstradisi dengan negeri ini. Wisesa yang sudah berganti identitas dan sempat melalukan beberapa operasi plastik, sudah bahagia dengan jalannya sendiri. Adistia masih ingin kehidupannya di Indonesia walau harus dengan segala sistem keamanan dan pantauan dari orang-orang ayahnya,

 

Adistia tersadar dari lamunan dan kembali melirik ponsel. Rupanya terdapat beberapa pesan, kebanyakan menawarkan promo dan segala pesan tidak penting lainnya. Diantara pesan tersebut, terdapat satu pesan dari nomor yang tidak dikenal. Ia membukanya.

 


***

Di waktu yang sama namun tempat berbeda, setelah Inspektur Ammar menyuruh anak buahnya untuk kontak ketiga terduga tersangka pembunuhan, yaitu Adistia, Patra dan Nisa. Untuk datang ke kantor esok hari. Lalu ia memberi perintah pada Rakha.

“Besok pagi-pagi sekali, kirim tim forensic ke Rumah Makan Sunda Citraloka. Perikasa kembali loker Fahira, mungkin saja ada sidik jari pelaku yang tertinggal. Dan juga, periksa sendok yang digunakan Kang Ajat di Tempat Makan Ayam Penyet di Ciumbuleuit. Saya ingin laporannya sudah ada di meja saya sebelum jam delapan pagi. “

“Baik, Pak” Rakha berlalu meninggalkan atasannya untuk mempersiapkan tugas yang diperintahkan.

Sepeninggal anak buahnya, Inspektur Amar kembali berbalik ke arah papan tulis. Ia menyunggingkan senyum ke arah salah satu foto tersangka.  “Mungkin orang lain bisa tertipu olehmu, tapi saya tidak.”

 

***

BRAK!

“Apa saja kerja kalian?!” sahut Komandan sembari menggebrak meja kerja Inspektur Amar. Ia menatap Inspektur Amar yang berdiri di belakang mejanya, dengan murka, sementara tiga orang reserse kriminal lainnya, termasuk Rakha berbaris merapat dengan tembok. “ Sudah dua pembunuhan terjadi dan kalian belum tahu siapa pelakuknya?”

“Kami sudah punya tiga tersangka, Pak” ujar Inspektur Amar tak gentar, “Dan sekarang mereka sedang menuju kemari.”

“Kenapa baru sekarang kalian bertindak?” Sang Komandan masih bersikeras. “Di luar sana ada banyak wartawan yang ingin minta kejelasan mengenai kasus ini!”

Sang Komandan tidak berbohong, di depan dan sekitar komplek, sudah menumpuk awak media. Satu kal yang wajar karena korban kedua merupakan orang terkenal, berbeda dengan korban pertama yang hanya juru masak biasa. Berita mengenai kasus ini sudah bisa dijadikan sebagai berita utama, tidak sekedar berita online yang lewat dan sudah viral di sosial media.

“Pokoknya, kasus harus selesai hari ini juga.”

“SIAP, KOMANDAN!” seru keempat polisi di ruangan itu.

Sebelum berlalu, Komandan menatap Inspektur Amar. “Kamu yang urus media.”

“Kawan-kawan media,” kata Inspektur Amar. Semua wartawan yang meracau tidak jelas berhenti bicara. “ Dalam waktu dekat kami akan melakukan pemeriksaan membutuhkan ketenangan. Setelah kasus selesai, kami akan melakukan konferensi pers secepatnya. Terima kasih.”

Berkat ucapan Inspektur, lambat laun para wartawan pergi, meskipun beberapa masih berada di sekitar kantor polisi untuk sarapan dan berharap dapat info tambahan, itu tidak mengganggu jalannya pemeriksaan nanti.

 

Akan gawat nantinya jika media mengekspos keterlibatan Adistia dalam kasus ini, bukan hanya dirinya yang hancur tapi instansi dia pasti akan bermasalah kedepannya.

 

Baru saja Inspektur Amar menyuruh anak buahnya untuk membereskan tempat konferensi pers, tak berapa lama datang sosok Nisa dengan penampilan elegan dan misterius. Ia bertanya harus kemana dan lalu diantarkan oleh anak buahnya. Beberapa menit kemudian, mobil Patra berhenti di dekat kantor dan ternyata ia bersama Adistia.

Setelah kedua orang itu berlalu, Inspektur Amar mengembuskan nafas berat. “Mari kita mulai”

 

***

Ia masuk ke ruangan yang memang sudah disiapkan anak buahnya untuk memulai deduksi, dengan berusaha memasang pose keren dan nyaman, agar terlihat santai.

“Terima kasih saya ucapkan kepada saudara-saudari yang telah menyempatkan hadir,” ucap Inspektur Amar membuka percapakan. “ Mohon maaf atas permintaan kehadiran yang begitu mendadak. Kami telah menemukan sesuatu yang penting yang membawa kami pada pelaku pembunuhan Fahira Azzahra dan Ajat Kertajasa.”

Ketiga orang itu diam mendengarkan tidak ada ketertarikan untuk memotong atau mengintrupsi ucapan si polisi.

“Ada beberapa hal yang terlewat sehingga kami sulit untuk memastikan tersangkanya. Tapi beberapa hal itu sudah kami pastikan sangat cocok dengan dugaan kami sebelumnya.”

Adistia langsung merasakan gangguan kecemasannya mulai melonjak. Ia berusaha menahan diri, agar tidak terlihat yang lain.

“Pada penyelidikan pertama, semua mengarah pada satu nama yaitu Adistia. Replika hidangan, sidik jari dan dendam korban karena iri dengan pencapaian karier. Tapi beberapa bukti yang bisa dipatahkan, seperti kudapan yang ternyata terinspirasi dari menu yang sudah ada dan bisa dimasak oleh siapa saja, penyelidikan dari percakapan korban dengan Saudara Adistia serta pisau dapur Rumah Makan Sunda Citraloka yang sama persis dengan yang digunakan pelaku, tidak berkurang sama sekali. Yang tersisa dari bukti yang mengarah dari bukti yang mengarah ke Adistia?”

Inspektur Amar melangkah ke depan Adistia yang dari awal selalu menunduk, “ Jawabannya ada di loker korban. Beberapa jam lalu, kami mengirimkan tim forensik untuk memeriksa isi loker Adistia. Hasilnya ada sidik jari orang lain selain korban adalah untuk mencuri sesuatu, yaitu akses akun WhatsApp. Korban memang memiliki kebiasaan menaruh ponselnya di loker dan diketahui oleh pelaku. Akun WhatsApp milik korban digunakan untuk menjebak Adistia datang ke TKP.”

“Kenapa Adistia tidak mau mengatakan fakta bahwa dia ke TKP disaat melihat Fahira sudah menjadi mayat, karena ia memiliki gangguan kecemasan.”

Adistia sedikit terkejut, bagaimana bisa Inspektur Amar tahu fakta itu, bahkan di Rumah Makan, ia hanya cerita fakta tersebut kepada Mang Suhe. Patra ingin menghibur Adistia tapi situasi sedang tidak memungkinkan, Nisa pun hanya diam saja dengan pikirannya.

“Saya mengetahui dari awal bertemu dan seperti yang sekarang sedang ditunjukkan pada kita semua, gangguan kecemasan Adistia bila tidak segera kita buat nyaman pasti akan meledak emosinya.” tutur Inspektur Amar dan pandangan mata semua yang ada diruangan langsung pada Adistia. “Semua asumsi saya sudang berdasarkan konsultasi dengan kenalan psikolog dan dokter yang biasa menangani kasus di polsek ini.”

“Pada pembunuhan kedua yang memang sudah menjadi incaran utama dari pelaku. Setelah Adistia menyelesaikan perselisihannya dengan korban, ada informasi tipis dari seseorang bahwa ada orang yang mengunjungi korban sebelum hidangan datang. Ajat memiliki kebiasaan mengobrol dengan pemilik tempat makan, itupun yang dijadikan celah pelaku melakukan aksinya.:

Sedikit terdiam beberap detik, untuk mengatur emosinya lalu Inspektur Amar melanjutkan deduksinya, “Pelakunya yang berkelakuan aneh di Rumah Makan dan selalu gelisah pada malam pembunuhan Fahira, lalu membuka loker untuk mencuri akses akun WhatsApp korban. Orang yang memanfaatkan situasi untuk mendekati Adistia, agar segala akses informasi bisa didapatkan, agar ia tidak dicurigai sebagai pelaku. Orang yang memiliki dendam besar kepada korban kedua. Orang itu adalah ….”

 

Bersambung

 

Related Posts

Post a Comment