Rumah Makan Sunda Citraloka Part 5

Post a Comment

 

Designed by using canva


BRAK!

 

Ari maneh gelo sugan, dis?!” bentak Kang Ajat sambil gebrak meja serta menatap tajam ke arah Adistia

 

Adistia tidak bereaksi, hanya menundukkan pandangannya.

Kejadian tersebut tentu membuat orang saling mencuri pandang dan berbisik, karena sudah bukan rahasia umum, hampir semua karyawan yang ada di Rumah Makan Sunda Citraloka mengetahui kalau Adistia dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Fahira.

 

“Kamu sadar jadi orang yang dicurigai oleh polisi? Ini akan mencoreng nama baik saya, teman-temanku dan tentu Rumah Makan Sunda Citraloka!” Kang Ajat tetap dengan nada yang lantang

 

“Bukan saya pelakunya, Kang!” bantah Adistia tak kalah lantang, “Mungkin ada yang coba menjebak saya.”

 

Karena Kang Ajat sadar pintu ruangannya belum ditutup dan melihat Patra sedang memperhatikan dari luar pintu, langsung memberi perintah. “Patra, tutup pintu!”

 

“Lalu saya harus bilang apa ke ayahmu?” Kang Ajat sambil menghela nafas

 

“Kang Ajat tak perlu mengatakan apa pun kepada ayah saya dan tidak perlu merasa terbebani atas keselamatan saya.” ujar Adistia lugas

 

Belum sempat Kang Ajat berucap, Patra memaksa masuk ke ruangan Kang Ajat, “Punten, kang, diluar sudah banyak pesanan untuk kudapan, jadi Adistia harus diluar buat cek akhir sebelum dihidangkan ke pelanggan.”

 

Adistia bangun dari posisi duduk dan berkata lembut ke Kang Ajat, “Mulai saat ini, beban itu sudah lepas.”

 

Setelah Adistia dan Patra keluar dari ruangannya, lama kang Ajat merenung dan lalu ia menelepon seseorang untuk melaporkan kejadian hari ini di Rumah Makan.

 

*****

 

Di area Rumah makan maupun di dapur tampak berjalan seperti biasa dengan segala kesibukan tamu hari ini yang lumayan penuh, menu kue awug untuk sementara tidak selalu tiap hari dimunculkan tetapi diselingin dengan menu lain, sebagai bentuk perkenalan menu baru untuk mengetahui selera pelanggan cenderung kemana, seperti halnya hari ini yaitu modifikasi menu kue putu dalam bentuk slice cake. Salah satu cara agar Adistia tetap bisa menyajikan hidangan sesuai dengan mood sambil penyelidikan terhadap dirinya dan rekan-rekan lainnya berjalan.

Walau sebagian kecil pelanggan sudah mulai curiga dan mendadak ada pelanggan baru yang datang hanya karena ingin cek kepastian bahwa pembunuhan yang terjadi, apakah benar dilakukan oleh pegawai rumah makan disini atau bukan.

 

Semua seolah tersihir ketika sudah masuk area Rumah Makan Sunda Citraloka, dari awal sudah disuguhi dengan welcome drink khas minuman sunda seperti bandrek, bajigur ataupun teh sereh. Dekorasi yang ditawarkan oleh pihak rumah makan, tentu memanjakan mata, nuansa khas seperti tembok bata, batu dengan hiasan anyaman pada setiap sudut ruangan. Disediakan ruangan khusus ruang terbuka untuk menikmati kolam buatan dan taman yang bisa dibilang luas. Tentunya ada ruang lesehan. Beberapa kali tempat mereka disewakan oleh beberapa pihak baik umum maupun public figure, untuk berbagai acara seperti pertemuan ataupun pernikahan.

 

“Nad” panggil  Mang Suhe

“Ya, Mang” jawab Adistia

“Jangan berpura-pura kuat, istirahat dulu, atau kamu mau mengeluarkan unek-unek sama mamang?” ujar Mang Suhe dengan lembut, sambil menyiapkan beberapa intruksi yang akan diserahkan kepada asistennya, karena Mang Suhe dipercaya Kang Ajat untuk mengurusi stok makanan dan bila diperlukan, bisa menggantikan di semua divisi dapur, karena pengalamannya dalam mengolah makanan sunda otentik, hanya urusan penyajian harus dibantu sama yang lain.

 

Lalu mengalirlah cerita dari Adistia kepada Mang Suhe tentang kejadian pada saat dikantor dengan Kang Ajat dan betapa tertekannya Adistia dituduh sebagai pelaku pembunuhan Mang Suhe. Mang Suhe mendengarkan segala keluh kesah Adistia tanpa menyanggah dan menyela sedikitpun. Mang Suhe untuk di kalangan seluruh karyawan Rumah Makan Sunda Citraloka terkenal paling bijak dan tempat curhat semua karyawan bahkan Kang Ajat sekalipun, apapun kalimat yang disampaikan akan didengarkan dan dipertimbangkan dengan baik oleh siapapun.

 

“Nah, besok Kang Ajat minta waktu kosong. Kamu bisa sambil minta maaf, biasanya dia suka nongkrong jam 8 malam di ayam penyet langganannya ciumbuleuit, dekat perbatasan dago atas dan lembang. “Mang Suhe menyarankan

 

“Iya, deh. Nanti aku cari waktu khusus buat minta maaf. Makasih sarannya ya, Mang.”

Dari jauh seseorang mengamati dan mengawasi Adistia di setiap langkahnya dan lalu menelepon seseorang dan berkata, “Jam 8 malam di ayam penyet langganannya ciumbuleuit, pastikan semua lancar.”

 

Keesokan harinya di Ciumbuleuit pada malam hari

 

Saat Kang Ajat sedang menikmati hidangan kesukaannya sambil mengobrol dengan pemilik tempat makannya, siapa yang tidak bangga punya langganan juru masak terkenal. Saat itu, Adistia menghampiri Kang Ajat dengan segala maju mundurnya untuk memberanikan diri mendatangi Kang Ajat langsung dalam kondisi bukan di restoran. Sebelum datang menemui Kang Ajat, akhirnya Adistia memutuskan untuk menelepon seseorang yang ia miliki jatah untuk menelepon satu tahun hanya 5 kali, bila dalam kondisi darurat dan butuh untuk ditenangkan. Akhirnya ia pergunakan, walaupun akhirnya tersisa satu kali lagi jatah untuk menelepon seseorang tersebut. Setidaknya Adistia jauh lebih stabil emosinya ketika akan menemui Kang Ajat.

 

“Jadi kedatangan saya kemari…” ucap Adistia terbata-bata. Ia merasa segan berbicara dengan lawan bicaranya setelah mengingat betapa kasarnya kemarin berbicara . “Saya mau minta maaf, atas kejadian kemarin sore di Rumah Makan. Saya sadar kelewatan batas, mohon maafkan saya, Kang.”

 

Kang Ajat tertawa dan terheran-heran dengan sikap Adistia, “Sebenarnya tidak ada yang perlu dimaafkan soal kejadian kemarin. Tapi terkait kejadian pembunuhan Fahira, saya tidak akan memaafkan pelaku. Dia bukan hanya menghilangkan nyawa pegawai saya, tapi juga merusak reputasi rumah makan saya.”

 

Adistia hanya menundukkan kepala, ingin rasanya ia mengungkapkan segala pembelaan dan alibi yang ia miliki, tapi ia dipenuhi rasa emosi, ketakutan, marah dan sedih menjadi satu. Melihat Adistia hanya diam saja lalu Kang Ajat sedikit menekankan nada bicara kepada Adistia, “Ada lagi? Kalau tidak ada, saya mau menikmati hari libur saya dengan tenang bersama makanan kesukaan saya.”

 

Tak berapa lama setelah Adistia pergi untuk kembali ke rumahnya, karena ia sudah diberi peringatan oleh ayahnya untuk tidak lebih dari jam 9 malam berada diluar aktivitas biasanya, selain urusan bekerja di Rumah Makan.

 

Setelah ngobrol kembali dengan pemilik tempat makan dan menyantap hidangannya. Baru saja satu suapan, mulutnya seperti tercekat, rasa pahit di lidahnya merasuk ke dalam tenggorokan. Ia seperti disaupi puluhan kilo tanah basah sekaligus,

 

“AAAAAAKKKKKHHHHH……” Teriakan itu mengejutkan seluru pengunjung lain. Tubuh Kang Ajat ambruk. Beberapa pengunjung mendekati tubuh Kang Ajat, beberapa lagi ada yang berteriak histeris.

 

Sementara dari kejauhan, seseorang menatap dingin kejadian yang terjadi di tempat makan dengan dingin. Ia menghembuskan nafas berat sambil mendesis, “Hidangan utama….”

 

Bersambung

  

Catatan :

Ari maneh gelo sugan, dis : Kamu sudah gila, dis

Related Posts

Post a Comment