Menjadi Pahlawan Untuk Diri Sendiri

Post a Comment

 

Menjadi pahlawan bukan hanya menjadi milik mereka yang berjuang di medan perang, pemikiran, ataupun pemerintahan. Tapi menjadi pahlawan bisa dilakukan oleh siapa saja. Baik menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun menjadi pahlawan bagi orang lain. Sudahkan diri menjadi pahlawan yang baik untuk diri sendiri?

 

Menjadi Pahlawan untuk diri sendiri
edited by canva.apk

Makna Pahlawan

Mendengar kata pahlawan mungkin sudah tidak asing lagi bagi semua orang. Orang yang rela berkorban, berani melawan penindasan, mati-matian membela kebenaran adalah definisi umum tentang pahlawan. Arti Pahlawan menurut KBBI yaitu orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Sebuah kata yang sederhana tanpa melihat arti bahkan kita sudah sepakat akan makna kata pahlawan tersebut.

 

Menjadi pahlawan bukan hanya menjadi milik mereka yang berjuang di medan perang, pemikiran, ataupun pemerintahan. Tapi menjadi pahlawan bisa dilakukan oleh siapa saja. Baik menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun menjadi pahlawan bagi orang lain.

 

Makna Pahlawan secara umum

Menjadi pahlawan untuk orang lain dan sekitar adalah ungkapan yang sangat relevan di situasi masa transisi setelah melewati masa asratc seperti saat ini. Bagaimana kita berusaha kembali berkegiatan normal seperti biasa.  Menolong sebanyak-banyaknya orang untuk mendapatkan kesempatan atau kehidupan yang lebih untuk mereka.

 

Kita tentu tidak lupa dengan kalimat : “Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain”. Sebuah kalimat indah dari hadis HR. Ahmad. Kalimat yang menjadi landasan pemikiran saat akan melakukan kebaikan kepada orang lain. Kepuasan yang tak ternilai pasti akan kita rasakan ketika kita benar memberikan hasil lebih baik yang bermanfaat untuk kehidupan orang lain. Bahkan hanya apresiasi secara verbal seperti mendapat sebuah kalimat sederhana : terima kasih. Sebuah tanya besar, pernahkah kita menjadi pahlawan bagi diri kita sendiri?

 

Pada saat melakukan banyak manfaat kepada orang lain, pernahkah kita memikirkan jeda untuk memberikan apresiasi pada diri kita sendiri atas apa yang sudah kita lakukan? Ini bukan egois yang seolah melarang untuk berhenti menolong orang lain, melainkan mengisi gelas kosong yang ada di dalam jiwa kita agar kembali terisi akan semangat penuh. Bukankah kita perlu selalu memastikan diri selalu iklhas saat menolong dan membantu orang lain.

 

Self Time

Menyayangi diri sendiri tidak perlu menghabiskan ratusan juta untuk pergi berlibur hingga menghabiskan uang yang kita miliki. Menyaksikan film atau serial drama,  atau membaca buku sudah cukup membuat tertawa dan rileks maka lakukanlah. Kadang hal sederhana seperti tidur seharian tanpa terbebani melakukan aktivitas harian itupun bisa dilakukan. Pelampiasan yang asrat sederhana itu akan sangat berarti bagi diri kita, jika memang itu yang kita sukai dan nikmati, serta bukan mengikuti tren. Satu langkah itu saja sudah ‘menyelamatkan’ diri kita dari jurang penyakit psikologis lainnya yang mungkin bisa kita dapatkan tanpa kita sadari.

 

Lantas bagaimana dengan sikap kita yang ingin membantu orang lain? Bukankah menekan asrat ‘membantu’ orang lain dengan mengikuti diri kita untuk istirahat malah akan berdampak pada ketidakpekaan kita terhadap lingkungan sekitar? Percayalah, apa yang kita rasakan bukanlah sesuatu yang bisa dikesampingkan begitu saja, melainkan sesuatu yang sangat penting. Apalagi membangun sebuah kebiasaan, tentulah tidak akan menghilang begitu saja sikap tersebut. Perlu dibawahi, ini semua hanya perlu sejenak, agar melihat segala hal menjadi lebih baik tanpa membebani diri sendiri.

 

Banyak masalah secara psikologis muncul ketika merepresi perasaan yang ‘sudah menjadi kebiasaan’ dan energi yang dihasilkan emosi yang tertekan itu tidak dapat dikeluarkan dengan tepat. Niat awal ingin membantu orang lain, menjadi hal yang tidak lucu bila kemudian hari justru kita yang membutuhkan pertolongan. Memang kita hidup sebagai makhluk sosial agar saling herhubungan tapi tidak dengan membebani diri sendiri.

 

Lalu Apa Yang Harus Dilakukan?

Mari kita coba,  sebelum menuruti apa yang orang lain minta, dengarkan suara hati yang memberitahu apa yang kita inginkan. Sanggupkah kita? Berat ya pasti untuk berkata tidak, apalagi dengan orang terdekat, betul tidak?

 

Pentingnya untuk berkomunikasi agar bisa  menyampaikan untuk membuat pengertian kedua belah pihak, termasuk memastikan kita mendapatkan ‘jeda’ untuk merehatkan sejenak pikiran dan fisik kita. Jika ini adalah orang yang kita anggap teman, ingatlah hal ini: jangan khawatir bahwa dengan menyampaikan hal yang mengganjal kita, maka akan merenggangkan hubungan kita dan kawan kita. Sebab kawan yang baik akan selalu menyediakan telinga untuk mendengar dan hati yang menerima bagaimana pun keadaan kita.

 

Penutup

Menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun menjadi pahlawan bagi orang lain sebuah sikap yang baik. Tidak perlu menjadi sosok yang tidak enak saat seharusnya untuk berkata tidak. Jeda waktu dibutuhkan saat terasa membebani untuk sekedar mengosongkan gelas yang sudah penuh. Setelah terisi kembali dengan semangat baru, tentu kita melihat segala hal menjadi lebih baik. Ini bukan ungkapan yang seolah diriku juga bijak, tapi sebagai tamparan untuk diri sendiri yang terkadang suka membebani diri akan segala hal. Jangan berhenti untuk menjadi pahlawan untuk diri sendiri ya sobat Jelajah Mia

 


Related Posts

Post a Comment