Slow Living untuk Detoksifikasi Digital

16 comments

 

 

Siapa yang hidupnya tak lepas dari scroll-scroll hp? Entah itu buka sosial media, whatsapp atau bahkan lihat video streaming. Waktu suka tidak terasa bukan? Atau ikut terbawa emosi dengan apa yang kita lihat, baca dan tonton?

 

Dengan situasi diatas, saatnya kita ngobrol soal digital detox dan slow living. Dua konsep ini lagi banyak diperbincangkan, lho. Apalagi buat kita yang hidup di zaman serba cepat kayak sekarang.

 

Slow Living untuk Detoksifikasi Digital

Yuk, kita bahas tentang slow living untuk detoksifikasi digital, simak sampai akhir ya artikelnya!

 

Slow Living

Slow living adalah gaya hidup yang menekankan kesadaran penuh terhadap waktu dan momen. Untuk melakukan  slow living, sobat Jelajah Mia bisa mengurangi ketergantungan pada perangkat digital dan menggantinya. Ini membantu lebih sadar, mengurangi stres, dan terhubung kembali dengan diri sendiri serta lingkungan sekitar.

 

Slow living, ini lebih ke filosofi hidup. Intinya, kita jalani hidup dengan lebih pelan, sadar, dan penuh makna. Tidak buru-buru, tidak ngoyo, tapi fokus pada hal-hal yang beneran penting.

 

Contohnya seperti hubungan sama orang-orang terdekat, alam, atau sekadar menikmati momen kecil yang sering kita lewatin karena sibuk.

 

Apa Itu Detoksifikasi Digital

Detoksifikasi Digital itu artinya kita sengaja “puasa” dari dunia digital yaitu ponsel, laptop, media sosial, bahkan mungkin video streaming seperti youtube, reels dan tiktok untuk kasih otak kita istirahat. Bukan berarti kita benci teknologi, ya, tapi lebih ke kasih waktu buat diri kita sendiri biar tidak ketergantungan sama layar.

 

Detoksifikasi Digital adalah periode waktu di mana seseorang sengaja mengurangi atau menghentikan penggunaan perangkat digital seperti ponsel pintar, komputer, tablet, dan media sosial untuk sementara waktu.

 

Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi, mengurangi stres yang disebabkan oleh paparan informasi yang terus-menerus, dan meningkatkan interaksi sosial secara langsung.

 

Di Indonesia, dua konsep slow living dan detoksifikasi digital ini cocok banget diterapin. Soalnya kita punya budaya yang sebenarnya udah mendukung slow living dari dulu, misalnya tradisi ngobrol di teras rumah atau nikmatin sunset di pantai.

 

Tapi, tantangannya, kita juga hidup di era di mana notifikasi Instagram atau deadline kerja bisa bikin kita lupa caranya “pelan-pelan”.

 

Kenapa Kita Butuh Slow Living Untuk Detoksifikasi Digital?

Coba deh inget-inget, berapa jam sehari kamu pegang ponsel? Kalau Jelajah Mia sih, jujur aja, kadang bisa sampai 6-7 jam, apalagi kalau lagi kerja atau iseng scroll tiktok.

 

Terus, apa sih dampaknya? Banyak. Mulai dari mata capek, susah tidur, sampe rasa cemas karena kita tidak sengaja bandingin hidup kita sama highlight reel orang lain di medsos.

 

Belum lagi, kalau kita terlalu sibuk sama dunia digital, kita bisa lupa sama dunia nyata, obrolan sama keluarga, suara aktivitas di pagi hari atau bahkan cuma ngeliatin air hujan.

 

Digital detox tidak hanya soal matiin ponsel, tapi juga soal ngasih ruang buat otak kita bernapas. Kita punya banyak cara seru buat ngelakuin ini, dari liburan ke desa-desa yang masih asri sampe cuma duduk-duduk di sawah sambil dengerin suara jangkrik.

 

Seperti halnya yang sering Jelajah Mia lakukan bersama keluarga dengan berkunjung ke Sumedang dan  Bogor untuk detoksifikasi digital.

 

Kembali ke Akar Budaya Indonesia

Kalau ngomongin slow living, Indonesia itu sebenarnya udah punya “template” alami buat gaya hidup ini. Coba bayangin: nenek moyang kita dulu hidup tanpa Wi-Fi, tapi bahagia, kan?

 

Mereka ngobrol di pos ronda/rumah tertentu, nyanyi bareng di kampung, atau ngurus kebun sambil nikmatin angin sepoi-sepoi. Nah, kita bisa belajar banyak dari cara hidup mereka.

 

Di kota dengan akses dan tekanan hidup tinggi, memang susah buat hidup pelan-pelan karena semua serba cepat, macet, deadline, sampe antri di fasilitas umum.

 

Tapi, slow living tidak harus berarti kita pindah ke desa dan jadi petani (meskipun ini impian suami Jelajah Mia sekali). Lalu bagaimana cara menerapkan detoksifikasi digital dalam slow living?

 

Cara Menerapkan Slow Living Untuk Detoksifikasi Digital

1. Kurangi Penggunaan Gadget dan Media Sosial

Mulailah dengan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk men scrolling media sosial dan menggantinya dengan aktivitas lain seperti membaca buku, menulis jurnal, atau melakukan hobi yang disukai.

 

2. Tetapkan Batasan Waktu

Tentukan waktu-waktu tertentu dalam sehari di mana Anda tidak akan menggunakan gadget, misalnya saat makan, sebelum tidur, atau di pagi hari.

 

3. Fokus pada Aktivitas Analog

Carilah kegiatan yang bisa Anda nikmati di dunia nyata, seperti berjalan-jalan di alam, berkebun, atau menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat.

 

4. Manfaatkan Teknologi dengan Bijak

Jika Anda perlu menggunakan teknologi untuk bekerja atau alasan lain, gunakan dengan bijak dan batasi waktu penggunaannya. Baca blog teman saya juga jadi salah satu solusi memanfaat teknologi dengan bijak 

 

5. Ciptakan Ruang Tanpa Gadget

Tentukan area di rumah Anda yang bebas dari gadget, seperti kamar tidur atau ruang keluarga, untuk menciptakan lingkungan yang lebih tenang dan fokus.

 

6. Detoksifikasi Media Sosial Secara Bertahap

Jika Anda merasa sulit untuk lepas dari media sosial, cobalah untuk mengurangi penggunaannya secara bertahap.

 

7. Fokus pada Kehadiran Penuh

Saat melakukan aktivitas apapun, cobalah untuk hadir sepenuhnya dan fokus pada momen tersebut, bukan pada notifikasi atau hal lain yang mengganggu.

 

Manfaat Slow Living Untuk Detoksifikasi Digital

1.    Meningkatkan Kualitas Tidur

Dengan mengurangi paparan layar sebelum tidur, Anda bisa mendapatkan tidur yang lebih nyenyak.

 

2.    Mengurangi Stres dan Kecemasan

Detoksifikasi digital membantu mengurangi paparan informasi yang berlebihan dan membuat Anda lebih tenang.

 

3.    Meningkatkan Fokus dan Konsentrasi

Dengan mengurangi gangguan digital, Anda bisa lebih fokus pada tugas yang sedang Anda kerjakan.

 

4.    Meningkatkan Kualitas Hubungan

Dengan lebih banyak waktu untuk berinteraksi langsung, Anda bisa memperkuat hubungan dengan orang-orang terdekat.

 

5.    Meningkatkan Kreativitas

Dengan menjauh dari layar, Anda bisa memberikan ruang bagi pikiran untuk lebih kreatif.

 

6.    Meningkatkan Kesejahteraan Emosional

Slow living dan detoksifikasi digital membantu Anda untuk lebih terhubung dengan diri sendiri dan meningkatkan rasa bahagia.

 

Tentu namanya memulai sesuatu yang baru pasti ada tantangannya, apa saja?

 

Tantangan dan Tips Biar Konsisten

Jujur aja, digital detox dan slow living tidak gampang, apalagi kalau kita udah terbiasa hidup cepat. Beberapa tantangan yang sering muncul:

1.    FOMO (Fear of Missing Out)

Takut ketinggalan info di medsos? Coba ingetin diri sendiri bahwa dunia tidak bakal kiamat kalau kamu tidak buka tiktok sehari.

 

2.    Kebiasaan lama.

Kalau refleks buka ponsel tiap bangun tidur, coba ganti kebiasaan itu dengan minum air putih atau tarik napas dalam-dalam.

 

3.    Tekanan kerja

Banyak dari kita yang nggak bisa lepas dari gadget karena kerjaan. Solusinya, coba buat batasan, misalnya nggak buka email di atas jam 8 malam.

 

Tips biar konsisten

1.    Mulai dari kecil.

Coba digital detox selama 2 jam dulu, baru naik ke seharian.

 

2.    Ajak temen atau keluarga

Lebih seru kalau rame-rame, misalnya bikin “hari tanpa gadget” bareng temen.

 

3.    Ganti waktu layar dengan hobi baru

Misalnya, belajar melukis, bikin kerajinan tangan, atau ikut kelas masak.

 

Penutup

Slow Living Untuk Detoksifikasi Digital itu bukan cuma tren, tapi cara buat kita kembali ke hal-hal yang beneran penting. Di Indonesia, kita punya privilege luar biasa: alam yang indah, budaya yang kaya, dan komunitas yang hangat.

 

Dari duduk di warung kopi sampai hiking di gunung, ada banyak cara buat hidup lebih pelan dan menikmati momen.

 

Jadi, kapan kamu mau coba Slow Living Untuk Detoksifikasi Digital? Atau mungkin udah punya pengalaman seru soal slow living?

 

Share dong di kolom komentar, biar kita bisa saling inspirasi! Yuk, kita mulai hidup lebih sadar dan bermakna, satu langkah kecil setiap hari.


Related Posts

16 comments

  1. Kalo saat ini mungkin belum yang sampai parah banget ya mbaa scroll2 hape, kadang juga klo pas sadar langsung tuh taruh hape gak lagi scroll2 medsos ga jelas,,dan menggantinya utk mendengarkan podcast atau utup yang bermanfaat,,lagi berusaha menggunakan media digital dengan bijak untuk upgrade kemampuan dan kualitas diri :)

    ReplyDelete
  2. Aku ada rencana juga mau detox layar. Dari buku yang aku baca malah diminta 30 hari. Ini bikin aku mikir untuk nyari pengganti hiburan apa

    ReplyDelete
  3. Iya loh akhir akhir ini aku merasa penuh notifikasi. Layar HP tuh harus selalu ku pantau. Kadang nggak ngap ngapain tp harus buka aja

    ReplyDelete
  4. Butuh banget detoks digital nih, apalagi klo udah lihat konten-konten kebijakan yang bikin gemes dan ikutan frustasi jadi WNI 😁

    ReplyDelete
  5. Wah jadi pengingat untuk Umma mendetoksifikasi diri dengan layar. Meskipun sedikit ragu bisa melakukannya

    ReplyDelete
  6. Ah iya, kalau terlalu sering terkena paparan layar, memang kadang bikin pusing dan mood ancur
    Makannya kadang aku juga perlu detoks digital

    ReplyDelete
  7. Topik Slow Living untuk detoksifikasi digital ini menarik banget! Di tengah kesibukan dan banjir notifikasi setiap hari, kadang kita lupa pentingnya jeda dan menikmati momen tanpa layar. Menerapkan gaya hidup slow living bisa jadi solusi jitu buat menyeimbangkan hidup, menjaga kesehatan mental, dan kembali fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna. Detoks digital bukan tentang menjauh total dari teknologi, tapi tentang menggunakan teknologi dengan lebih sadar dan bijak.

    ReplyDelete
  8. Setuju banget! Slow living bisa jadi cara ampuh buat detoks digital. Nggak perlu ekstrem, cukup mulai dari matiin notifikasi dan nikmati waktu tanpa layar. Aku pernah melakukannya tanpa sengaja, yakni saat beberapa waktu lalu hapeku rusak. Ternyata hidup tanpa lama-lama menatap layar itu rasanya bikin waktu lebih lama. Padahal biasanya 24 jam itu kayaknya kurang.

    ReplyDelete
  9. Detox digital memang harus kuat niatnya. Hape tuh kayak melambai2 aja gitu yaa minta dipegang mulu hehehee... Memang sebaiknya banyak melakukan aktivitas lain yang tidak mengharuskan untuk pegang gawai. Banyak sih sebenarnya pilihan aktivitasnya, tinggal kitanya aja niat apa enggak.

    ReplyDelete
  10. Saya sudah beberapa bulan ini mencoba untuk LDRan dengan gadget, walaupun masih banyak hilapnya wkwkwk. Tapi alhamdulillah mba rasanya saya lebih fokus dan lebih produktif

    ReplyDelete
  11. Bener nih mbak, aku juga ngerasa nyesel banget kalau udah terjebak di scrolling, selain mata capek, kita juga jadi bandingin hidup kita sama orang lain, terutama temen temen

    ReplyDelete
  12. Perlu ini untuk digaungkan agar hidup tetap natural dan seimbang. Gak kebayang kalau mental dan pikiran terus terkurung dalam kotak bernama gadget.

    ReplyDelete
  13. Cita-citaku saat tua nanti mau pulang kampung dan berkebun. Ehh, belum sampe usia yang dimaksud, sekarang ini pun sudah pingin cari pekarangan yang bisa digunakan untuk berkebun, meski belum bisa pulang kampung. Kadang ngerasa capek dengan arus zaman digital yang serba cepat ini, pengen menjalani hidup yang lebih sehat dengan banyak aktivitas fisik seperti berkebun, tapi belum siap dengan income yang diperoleh, ehehe.

    ReplyDelete
  14. Konsep slow living untuk detoksifikasi digital ini menarik banget. Di era serba cepat dan penuh notifikasi, mengambil waktu untuk melambat dan mengurangi paparan layar bisa bikin pikiran lebih jernih dan tubuh lebih rileks. Bukan cuma soal mengatur gadget, tapi juga membangun kembali koneksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

    ReplyDelete
  15. Gadget memang semengikat itu, ya. Apalagi kalau sudah scroll media sosial, kadang sampai lupa waktu juga. So, penting banget memang buat detoksifikasi digital dengan menerapkan slow living agar kita kembali sadar dan waras dengan kehidupan nyata

    ReplyDelete
  16. Hidup di era dgital dengan segala metode yang membuat tergantung dengan ponsel. Wah, slow living ini kalau belum dicoba berasa berat, ya. Tapi jika 2 jam saja dalam sehari terbebas dari ponsel. Hidup jadi lebih bermakna.

    ReplyDelete

Post a Comment