Misteri Rumah Eyang Sutanto Part 3

1 comment

Setelah aku melihat keluar jendela kamar, aku mendapati sebuah balkon dengan lebar kurang lebih dua meter. Kemudian aku langsung membuka paksa jendela kamar tersebut, dan menemukan banyak sekali jejak kaki berwarna merah - campuran dari tanah dan darah - yang mengotori seluruh lantai balkon depan jendela kamarku. Dari situlah aku menyadari perihal mengerikan yang tersembunyi di rumah Eyang Sutanto ; bahwa selama ini yang kulihat adalah nyata!

 

Misteri Rumah Eyang Sutanto Part 3

Menelusuri Jejak

Lantas aku mencari tahu arah datang dan perginya jejak tersebut. Namun, jejak itu sangat banyak dan memiliki bentuk yang beragam; ada yang berjalan biasa; ada yang berjalan dengan menyeret kaki; ada juga yang melompat; lalu membaur menjadi satu, sehingga membentuk sebuah teka-teki yang membingungkan. Akan tetapi, itu sudah cukup membuatku merinding.

 

Selepas kucermati semua jejak kaki itu, aku berhasil menemukan sebuah petunjuk yang menyeretku ke lantai bawah dan keluar dari rumah untuk melihat balkon kamarku dari depan. Di sanalah aku mulai mendapati kegilaan; dimana semua jejak itu datang dan pergi dari balkon kamarku dengan cara memanjat dinding rumah, menggunakan bantuan dari tumbuhan merambat. Meskipun jejak tersebut berhasil tersamarkan oleh warna dinding yang suram dan tumbuhan merambat yang lebat, tapi masih dapat kutemukan dengan ketelitian yang ekstra.

 

Jejak Kaki

Namun, semua jejak itu menghilang saat menyentuh tanah. Entah itu karena warna jejak yang serupa dengan tanah - sehingga membaur menjadi satu - atau mungkin ada seseorang yang sengaja menghilangkannya. Tetapi, entah bagaimana, aku merasa yakin bila ada seseorang yang sengaja menghapus jejak-jejak tersebut. Seseorang yang mengetahui kejadian ini, tapi dia memilih untuk bungkam! Siapa lagi jika bukan Eyang Sutanto ? Kini aku mulai menaruh rasa curiga dengannya!

 

****

 

Malam Yang Mencekam

Ketika malam kembali tiba; aku memutuskan untuk kembali ke kamar lebih awal dan memberi alasan kepada Eyang Sutanto  bahwa aku sedang tidak enak badan. Setibanya di dalam kamar, aku membunuh waktu dengan bersembunyi di balik selimut, sembari menaruh kedua mataku di jendela kamar. Aku ingin memastikan arah datang dan perginya mereka, sekaligus berharap - bila aku memiliki keberanian lebih - untuk mengikuti dan menemukan tempat persembunyian mereka. Sebuah ide kuno dan klise, tapi itu satu-satunya ide yang terlintas di pikiranku.

 

Jam ke jam telah berlalu; tanpa kusadari bahwa waktu mulai mendekati tengah malam, sedangkan aku masih belum menemukan tanda-tanda kehadiran mereka. Kini kedua mataku mulai bengkak dan rasa kantuk mulai menggodaku. Hingga akhirnya aku tertidur untuk beberapa waktu; kemudian kembali terbangun setelah mendengar suara bising mobil yang sedang melaju ke arah rumah. Lantas aku bergegas keluar dari kasur dan mendekati jendela kamar. Dari situlah aku mendapati sepasang cahaya lampu mobil yang keluar dari dalam hutan yang gelap; melaju secara pelan mendekati rumah. Secara samar aku mendapati bahwa itu adalah mobil Suzuki Carry Pick-Up tahun 1992, berwarna hitam yang penuh dengan noda lumpur di badannya.

 

Suzuki Carry Pick-Up tahun 1992

Mobil itu terus melaju hingga ke pekarangan belakang rumah dan berhenti disana. Meskipun jarak pandangku terbatas dan samar, tapi aku masih dapat melihatnya dari bahu kanan jendela. Aku mendapati Eyang Sutanto  keluar dari dalam mobil itu; lalu dia mengeluarkan sebuah mayat yang masih terbalut kain kafan dan berlumuran tanah dari dalam bak mobil.

 

Aku tidak dapat mempercayai apa yang kulihat! Apakah aku sedang bermimpi atau sudah gila? Lantas, aku langsung mengambil ponselku dan mengabadikan adegan tersebut, untuk membuktikan bahwa itu bukan mimpi. Aku mengambil sebanyak mungkin gambar; dari adegan Eyang Sutanto  yang sedang membopong mayat, hingga menuju ke sebuah tempat yang terletak di pekarangan belakang rumah. Aku tidak tahu pasti; karena itu berada di luar jangkauan pandangku dan terhalang oleh dinding rumah. Walakin, kejadian itu sudah cukup membuatku menaruh syak wasangka dan rasa takut kepadanya.

 

Sewaktu aku sedang sibuk mengambil gambar; seketika aku mendengar suara langkah kaki dari arah luar bahu kiri jendela kamar. Saat itu jugalah aku merasa ada yang sedang mengawasi pergerakanku. Lantas, aku langsung menoleh ke arah bahu kiri jendela kamar; tapi yang kulihat hanyalah kegelapan malam yang mengaburkan mata. Walakin, aku masih dapat merasakan kehadiran sesuatu yang tidak kuketahui; bersembunyi di balik kegelapan; di luar jangkauan cahaya remang kamarku.

 

Lantas aku langsung mengarahkan ponselku ke arah depanku dan mengaktifkan cahaya flash. Kalakian aku langsung menekan tombol foto, sehingga - secara bersamaan - cahaya flash keluar menyinari objek yang ada di depanku dan menangkap sesosok pria dengan wajah yang sangat rusak, sehingga menciptakan cacat menakutkan. Tubuhnya masih terbalut kain kafan, dengan kondisi berantakan dan penuh kerusakan yang buruk. Dia menatapku dengan tatapan dursila terkutuk; lalu melaju ke arahku dan menerobos jendela kamar. Alhasil, jendela itu pecah dan hancur berantakan. Tubuhku terhempas ke lantai dan menatap sosok itu yang sedang melangkah ke arahku dengan dingin dan cepat; lalu mencekik leherku dengan tangan kanannya; mengangkat tubuhku ke udara; menyiksa diriku yang hanya bisa meronta-ronta sambil melempar perlawanan tidak berarti. Arkian, dengan kekuatannya yang tidak manusiawi, dia melemparku ke arah dinding dan melenyapkan kesadaranku.

 

****

Tabir Perlahan Terbuka

Keesokan paginya, setelah aku berhasil kembali ke alam sadarku, aku mendapati Eyang Sutanto  yang sedang mengobati luka di sekujur tubuhku. Lantas aku langsung melompat panik ke arahnya dan melempar pertanyaan gemetar kepadanya.

 

"Eyang... kemarin... pria yang kemarin... kemana dia pergi?" tanyaku meracau.

 

"Pria? Siapa?" tanya Eyang Sutanto .

 

"Itu... dia... dia yang menyeramkan..." balasku.

 

"Eyang tidak melihat siapa-siapa di rumah ini."

 

"Tapi Eyang... dia kemarin menyerangku..."

 

"Kemarin malam kamu tidur berjalan dan terjatuh di tangga." ujar Eyang Sutanto  dengan dingin, "Jadi tubuhmu banyak luka memar. Untung Eyang tahu kejadian itu, jadi Eyang segera membawamu kembali ke dalam kamar."

 

Aku tidak percaya dengan jawabannya. Aku merasa Eyang Sutanto  sedang mengarang cerita konyol untuk menutupi kejadian yang sesungguhnya.

 

"Tidak mungkin! Aku... aku lihat sendiri... dengan mata kepalaku!" ujarku sedikit emosi dan panik, "Bahkan dia sempat merusak jendela kamar!"

 

"Merusak jendela? Yang mana?" tanya Eyang Sutanto .

 

"Jendela itu..." balasku terputus saat mendapati semua jendela kamar dalam keadaan baik-baik saja, "Tidak... tidak mungkin! Ini pasti ada yang salah! Bahkan aku sempat mengabadikannya!"

 

Lantas aku langsung mencari ponselku, dan menemukannya di atas meja hias dalam keadaan rusak - seperti habis dibanting dan diinjak secara kasar - sehingga tidak berfungsi.

 

"Apa yang telah terjadi dengan ponselku?" tanyaku.

 

"Ponselmu terjatuh dari atas kasur. Lalu terinjak oleh kakimu, sampai rusak." balas Eyang Sutanto .

 

"Tidak! Tidak mungkin separah ini!" teriakku kepadanya.

 

Walakin, Eyang Sutanto  hanya tersenyum kecil dan sedikit menahan tawa liciknya. Melihat reaksi tersebut, aku menjadi geram dan mulai melempar pertanyaan frontal seputar apa yang kulihat semalam kepadanya. Awalnya dia masih bisa menjawab dengan dingin dan santai. Tetapi, setelah aku mengungkit pandanganku yang menangkapnya sedang membawa sebuah mayat dari mobil pick-up tuanya, dia menjadi murka. Lantas dia menampar wajahku sembari menggertak;

 

"Bocah sialan!" ujarnya sambil menatapku dengan tajam, "Berani-beraninya kamu menuduhku! Kamu pikir kamu itu siapa? Kalau kamu menaruh syak padaku... silakan pergi dari rumah ini!"

 

Arkian, Eyang Sutanto  langsung keluar dari kamar dan membanting pintu. Dari gelagat itulah yang membuatku semakin yakin, bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu yang mengerikan.

 

  

Related Posts

1 comment

  1. Eh jadi penasaran sama lanjutannya. Mbak suka nulia fiksi ya? Saya kok nulis fiksi gak tamat2 ya wkwk

    ReplyDelete

Post a Comment